Tari Gambyong

Mungkin masih ada beberapa orang yang mengenal nama tari Gambyong sebagai sebuah tarian dari Jawa Tengah yang disuguhkan di acara-acara resmi dan bahkan istana. Tapi tahukah anda bahwa Tari Gambyong mulanya adalah tarian rakyat, bukan tari istana? Berikut ini adalah ulasan tentang Tari Gambyong.
Tari Gambyong merupakan sejenis tarian pergaulan di masyarakat. Saat ini, Tari Gambyong menjadi suatu tarian yang disajikan untuk menyambut tamu atau mengawali suatu resepsi perkawinan. Ciri khas pertunjukkan Tari Gambyong, sebelum dimulai selalu dibuka dengan gendhing Pangkur. Tariannya terlihat indah dan elok apabila si penari mampu menyelaraskan gerak dengan irama kendang dan gending. Sebab, kendang itu biasa disebut otot tarian dan pemandu gendhing.
Konon Tari Gambyong tercipta berdasarkan nama seorang penari jalanan (tledhek) yang bernama si Gambyong yang hidup pada zaman Sinuhun Paku Buwono IV di Surakarta (1788-1820). Penari ini juga disebutkan dalam buku “Cariyos Lelampahanipun” karya Suwargi R.Ng. Ronggowarsito (1803-1873) yang mengungkapkan adanya penari ledhek yang bernama Gambyong yang memiliki kemahiran dalam menari dan kemerduan dalam suara sehingga menjadi pujaan kaum muda pada zaman itu. Sosok penari ini dikenal sebagai seorang yang cantik jelita dan memiliki tarian yang cukup indah. Tak heran, dia terkenal di seantero Surakarta dan terciptalah nama Tari Gambyong.
Pada zaman Surakarta, instrumen pengiring tarian jalanan dilengkapi dengan bonang dan gong. Gamelan yang dipakai biasanya meliputi gender, penerus gender, kendang, kenong, kempul, dan gong. Semua instrumen itu dibawa ke mana-mana dengan cara dipikul.
Umum dikenal di kalangan penabuh instrumen Tari Gambyong, memainkan kendang bukanlah sesuatu yang mudah. Pengendang harus mampu jumbuh dengan keluwesan tarian serta mampu berpadu dengan irama gendhing. Maka tak heran, sering terjadi seorang penari Gambyong tidak bisa dipisahkan dengan pengendang yang selalu mengiringinya. Begitu juga sebaliknya, seorang pengendang yang telah tahu lagak-lagu si penari Gambyong akan mudah melakukan harmonisasi.
Gerak tari
Koreografi tari Gambyong sebagian besar berpusat pada penggunaan gerak kaki, tubuh, lengan dan kepala. Gerak kepala dan tangan yang halus dan terkendali merupakan spesifikasi dalam tari Gambyong. Arah pandangan mata yang bergerak mengikuti arah gerak tangan dengan memandang jari-jari tangan, menjadikan faktor dominan gerak-gerak tangan dalam ekspresi tari Gambyong. Gerak kaki pada saat sikap beridiri dan berjalan mempunyai korelasi yang harmonis.
Sebagai contoh, pada gerak srisig (berdiri dengan jinjit dan langkah-langkah kecil), nacah miring (kaki kiri bergerak ke samping, bergantian atau disusul kaki kanan diletakkan di depan kaki kiri, kengser (gerak kaki ke samping dengan cara bergeser/posisi telapak kaki tetap merapat ke lanati). Gerak kaki yang spsifik pada tari Gambyong adalah gerak embat atau entrag, yaitu posisi lutut yang membuka karena mendhak bergerak ke bawah dan ke atas.
Penggarapan pola lantai pada tari Gambyong dilakukan pada peralihan rangklaian gerak, yaitu pada saat transisi rangkaian gerak satu dengan rangkaian gerak berikutnya. Sedangkan perpindahan posisi penari biasanya dilakukan pada gerak penghubung, yaitu srisig, singket ukel karana, kengser, dan nacah miring. Selain itu dilakukan pada rangkaian gerak berjalan (sekaran mlaku) ataupun gerak di tempat (sekaran mandheg).
Kostum
Pakaian tari Gambyong mempunyai kekhasan yang tidak didapati oada jenis-jenis tari tradidional Jawa yang lain. Perincian dandananan tari Gambyong adalah:
1. Bagian bawah kain yang di ‘wiru’ (dilipat tumpuk) seperti dalam penggunaan sehari-hari,
2. torso dililit dengan kemben (kain dada yang disebut angkin), corak pelangi, dada bagian atas terbuka,
3. sedang sampur (selendang) disandangkan melalui salah satu bahu,
4. rambut dengan gelung biasa tetapi diberi hiasan, yaitu cunduk mentul (kembang goyang) di bagian atas
5. dan cunduk jungkat (sisir setengah bulat yang berhias bunga melati), di atas ubun-ubun,
6. serta untaian bunga yang dipasang pada gelung dan terjurai sampai ke bahu pada salah satu sisi;
7. kecuali itu juga didkenakan perhiasan-perhiasan biasa seperti subang, gelang dan kalung, baik kalaung logam mapun kalung untaian bunga.
Sedyawati, Edi. (1984), “Gambyong: Menurut Serat Cabalong dan Serat Centini” dalam Tari, Pustaka Jaya: Jakarta. Hal. 130.

0 komentar:

Posting Komentar