Beberapa fotografer tidak suka difoto, tapi mereka harus coba memotret diri mereka sendiri untuk belajar jadi fotografer yang lebih baik. Ini adalah anjuran yang serius dari saya. Titik balik fotografi saya mungkin terjadi ketika sekitar tiga tahun lalu saya berhasil menyelesaikan ’365 Project’. Sesuai namanya, ini adalah proyek dimana seorang fotografer harus memotret setiap hari selama 365 hari penuh. Temanya bisa apa saja asalkan konstan selama satu tahun. Dan pilihan saya adalah self-portrait. Kenapa? Karena dari semua genre fotografi, portrait adalah yang paling saya suka, tapi sayangnya saya tidak punya model yang bisa difoto. Terdengar narsistik, tapi ternyata sangat efektif untuk membantu saya belajar lebih banyak tentang fotografi. Sangat banyak. Dan saya bukan bicara tentang memotret diri sendiri menggunakan ponsel dimana semua sudutnya diambil dari atas dan cuma wajah kamu yang kelihatan.
Kalau kamu punya model yang mau difoto setiap hari, itu bagus. Tapi, bayangkan keleluasaan yang bisa kamu dapatkan dengan melakukannya sendiri. Kamu bisa mengatur tempat, pose, gaya pencahayaan, sampai post-processing yang paling ekstrem sekalipun tanpa harus merasa canggung. Kamu tahu kapan harus berhenti saat lelah, tahu bagian mana yang terlihat bagus, dan fotomu bisa disesuaikan dengan mood. Kamu akan menyukainya begitu mencobanya dan mendapat foto-foto yang bagus. Ini cara yang mudah untuk berlatih, tanpa harus pergi keluar rumah, bahkan.
Pada awalnya, kamu mungkin punya pikiran semacam: “Malu, ah. Saya nggak fotogenic.” atau “Saya pernah coba, tapi hasilnya jelek!” Oke, tidak semua orang merasa nyaman ada di depan kamera, tapi kamu harus baca dulu beberapa tips ini:
Kalau kamu seperti saya, malu dan tidak suka dilihat orang banyak, maka lakukan saja di rumah. Di kamar, di halaman belakang, di ruang tengah yang dindingnya polos. Tidak akan ada yang melihat atau menilai, dan kamu bebas berpose seperti apa saja. Awalnya pasti aneh dan terasa konyol, tapi setelah beberapa menit, kamu akan mulai nyaman dan begitu muncul hasil yang bagus, kamu akan makin bersemangat. Kalau selesai pemotretan ada hasil yang jelek, hapus saja. Tidak ada yang perlu melihatnya kecuali kamu sendiri. TAPI, jangan dihapus sebelume kamu melihat keseluruhan foto yang kamu buat hari itu melalui komputer. Ini berguna untuk mempelajari mana pose yang bagus, mana yang tidak. Mana pencahayaan yang berhasil, mana yang gagal, dan seterusnya.
Setelah ini kamu akan tahu bahwa kamu punya sudut yang bagus untuk difoto, kamu tahu bagaimana memanfaatkannya dan kemudian belajar juga untuk menggunakannya saat kamu memotret orang lain. Pada dasarnya, semua orang fotogenic, yang payah cuma fotografernya. Jadi, kalau kamu ingin bisa membuat semua orang merasa fotogenic, kamu juga harus belajar jadi fotografer yang bagus.
Sekarang, bagaimana caranya memotret diri sendiri dan mendapatkan hasil yang bagus?
Ketika mengerjakan self portrait, kamu cuma perlu tiga alat utama: kamera, tripod, dan shutter release/remote. Itu saja, sederhana. Yang sulit mungkin tiga hal berikut ini:
1. Mendapatkan fokus yang benar
Ya. Ini susah. Kadang-kadang bisa membuatmu frustrasi karena kamu tidak bisa mengintip lewat viewfinder untuk memastikan titik fokusnya benar (kecuali self portrait-nya memotret dirimu lewat cermin). Kalau kamu punya remote, akan lebih mudah mencari fokus dengan menggunakan autofokus dan menekan remote setengah jalan. Tapi kalau kamu harus menggunakan timer 10 detik, kamu harus cerdik, Memanfaatkan semacam “stand-in” bisa membantu. Letakkan sesuatu di tempat dimana kamu kira-kira akan berdiri, lalu fokuskan pada benda itu dengan fokus manual. Jangan sentuh lagi kameranya. Pindahakan “stand-in”-mu tadi, tekan tombol shutter, lalu berlarilah ke titik fokusmu tadi. Belajar melakukan ini juga bagus saat nanti kamu membuat portrait untuk orang lain. Kamu akan tahu bagaimana mengatur fokus
2. Mengatur frame
Bagaimana caranya mengetahui tempat berdiri yang benar tanpa ada orang di dalam frame? Ada kalanya setelah shutter menutup kamu baru tahu bahwa posisimu terlalu menyamping atau kepalamu terpotong, kakimu hilang, dan seterusnya. Ada cara mudah untuk mengakali ini. Kamu bisa menggunakan beberapa properti sederhana seperti lampu, kursi, jendela, apa saja untuk mengukur frame dan tahu dimana kamu harus berdiri dan seberapa tinggi atau rendah. Cara mudah lainnya adalah – kalau kamu menggunakan latar belakang polos – gunakan selotip untuk menandai background, lalu masukkan ruang diantara selotip itu dalam frame. Dari sini kamu bisa mengakali cara lainnya kalau ada pose melompat dan sebagainya.
3. Bagaimana supaya tidak membosankan
Membuat self portrait tidak perlu perlengkapan mewah. Kecuali kamu sudah punya studio foto di rumah. Kamu bisa memanfaatkan barang-barang di sekitarmu untuk pencahayaan. Lampu sorot, senter, lilin.. Kamu bisa pakai kain polos murahan untuk background. Kamu hanya perlu kreatif. Satu hal tentang portrait: ekspresi. Ini perlu dilatih tapi tidak sulit. Mungkin jadi aneh saat kamu harus pura-pura tertawa, tersenyum genit, sok keren, atau kamu bisa melatih percakapan dengan dirimu sendiri jika nanti ingin kamu gunakan saat memotret orang lain.
Setelah pemotretan selesai, kamu bisa memprosesnya seperti yang kamu inginkan. Ini juga berarti belajar menggunakan software image editor. Jika kamu melakukannya setiap hari, bayangkan seberapa pesatnya kamu bisa berkembang. Tidak perlu setiap hari, sih. Tidak perlu ikut proyek 365 juga, tapi membuat self portrait jelas bukan soal menjadi narsistik, tapi belajar. Jadi, apa keuntungan dari memotret diri sendiri? Pertama, nilai artistik. Kamu hanya akan membuat foto yang indah dan itu akan terus kamu lakukan saat memotret yang lain. Kedua, teknik. Jelas, karena kamu harus tahu bagaimana mengatur komposisi, fokus, exposure, dan sebagainya untuk bisa menghasilkan foto yang bagus dan bisa dinikmati diri sendiri dan orang lain (kalau kamu memajangnya di social media). Ketiga, bekal untuk lebih percaya diri. Saat kamu sudah sangat sering memotret diri sendiri, kamu akan sangat lihai berhadapan dengan kamera seperti juga ada di belakangnya. Kamu akan tahu bahwa kamu bisa tampil menarik sekaligus juga tahu bagaimana membuat orang lain bisa jadi menarik kalau kamu fotografernya. Keempat, kreativitas. Kamu akan tertantang untuk mencoba banyak cara dan properti untuk menghidupkan portraitmu. Kelima, kamu bisa punya foto yang bagus untuk profile picture di social media. Begitu banyak poin yang bisa diambil, kan? Jadi, kenapa tidak? Ayo mulai :)
sumber : http://fotonela.com
0 komentar:
Posting Komentar